Menilik Keraton Surabaya di Era Kerajaan

Diunggah pada Selasa, 15 Januari 2019


Dinkominfo - Surabaya selain menjadi Kota Pahlawan juga pernah memiliki Keraton di masa penjajahan Belanda. Begitu tentara dan penguasa Belanda masuk dan menguasai Surabaya, perlahan Keraton Surabaya pun mulai runtuh. Adanya Perang Soerabaia yang dipimpin oleh Ario Joyopuspito dari tahun 1710 hingga berakhir pada tahun 1723 membuat bangunan Keraton dan ceritanya hilang begitu saja. Ditempat ini sekarang yang tersisa hanyalah berupa nama jalan dan gapura. Memang tidak ada bukti nyata Keraton Surabaya berbentuk monumen maupun literatur sejarah.

Menurut sejarawan dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Aminuddin Kasdi dilansir dari sindonews.com, sisa dari Keraton Surabaya hanyalah nama-nama daerah dan jalan. Kampung Keraton disebut-sebut sebagai tempat tinggal para raja. Beberapa nama jalan yang berada tak jauh dari Kampung Keraton ini antara lain Pandean atau tempat pandai besi. Lalu Kawatan yang merupakan pusat kerajinan kawat. "Dari nama-nama jalan itu, terlihat bahwa Surabaya sudah maju sejak dulu," katanya.

Keraton Surabaya dahulu diperkirakan meliputi kawasan Kebonrojo sebagai Taman Keraton, Tugu Pahlawan sebagai Alun-alun Utara dan Alun-alun Contong (Baliwerti-Bubutan) yang merupakan bagian dari Alun-alun Selatan. Beberapa nama jalan yang berada tak jauh dari Kampung Keraton ini antara lain Pandean atau tempat pandai besi. Alun-alun utara yang menjadi alun-alun utama tak lain adalah pelataran Tugu Pahlawan. Sementara itu, alun-alun selatan kini sudah menjadi Jalan Pahlawan. Alun-alun utara biasanya dipakai untuk upacara yang bersifat kenegaraan.

Lain halnya dengan alun-alun selatan yang berfungsi sebagai jalan keluar. Kalau ada anggota keluarga kerajaan yang meninggal, ya dibawa keliling di alun-alun belakang (selatan), terang Amin. Di antara Kampung Kawatan dan beberapa kampung lain nya terdapat kampung lain seperti Kampung Wiro. Asal nama Wiro berasal dari kata Prawiro yang dalam Bahasa Indonesianya adalah Perwira. Bisa jadi yang tinggal di kampung itu tinggal para Perwira Keraton.

Dukut Imam Widodo dalam karyanya Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe, Keraton Surabaya menggunakan sungai sebagai sarana lalu lintas yang utama pada waktu itu. Sungai Kalimas di kawasan Genteng dan Plampitan sudah digunakan hilir mudik sebagai sarana transportasi. Banyak kampung lain seperti Kampung Praban, Kampung Kranggan dan Kampung Ketandan yang memiliki filosofi tersendiri Yang pertama Kampung Praban berasal dari kata Prabu atau raja. Bisa jadi wilayah ini ditinggali para raja atau adipati Surabaya kala itu. Kampung Kranggan kala itu ditempati oleh pembuat keris dengan sebutan rangga. Juga Kampung Ketandan merupakan kompleks perumahan para prajurit Keraton Surabaya saat itu. (pri/kik)